18 Maret 2009
… Dan Izinkan Aku Mengikutimu
Jika hidup ini melumur dosa,
takkah aku layak menuai pahala?
Jika waktuku telah terbuang hina,
masihkah bersisa yang aku punya?
Imanku tak sekuat miliknya,
Amalpun hampir aku tak punya,
diri ini…
dirinya…
terlalu beda.
Jika shalat ini tak cukup,
kapan tibanya aku bersamamu?
Jika kaji ini pun tak juga cukup,
kapan tibanya aku mendampingmu?
Terlalu beda…
Hidupmu terlalu sempurna, Rasulullah
hidupku, adalah dosa.
Tapi,
Jika tak kunjung lengkap iman, hidup, dan amalku,
Izinkan aku untuk selalu mengikutimu.
By: Haffez Hossen at webersis.com
Purwokerto 10 Maret 2009 Read More...
Kepada Rasul
pernah
tak kutemukan alasan ‘tuk mencinta
hatiku penuh curiga
kau punya banyak wanita aku tak suka
sayang
cinta tak mesti miliki alasan
hanya perlu dirasakan
pada suci
pada percaya
pada cahaya
pada indah
dan diriku yang berlari menjawab tanya
di dada
relung terdalam hati
mengapa kau suci
dalam perjalanan kucari makna
mengapa kau Mustafha kekasih pilihanNya?
pencarian memberiku tahu meski ilmu tak jauh
dalam termangu
menemu diri
aku yang naïf
kini merindu
tak mungkin kau kekasihnya
jika bukan kau juga sang pencinta
yang ikhlas
menerima
walau nestapa
yang rela memberi
asal umat selamat
menuju cahaya abadi.
By: Meiy at webersis.com
Purwokerto 10 Maret 2009.
Detik detik Terakhir Kehidupan Kekasih Allah.
Dari Ibnu Mas’ud ra bahawasanya Rasulullah SAW bersabda:
Ajalku hampir tiba, dan akan pindah ke hadirat Allah, ke Sidratulmuntaha dan ke Jannatul Makwa serta ke Arsyila’la.”
Kami bertanya lagi: “Siapakah yang akan memandikan baginda ya Rasulullah?
Rasulullah menjawab: Salah seorang ahli baitku.
Kami bertanya: Bagaimana nanti kami mengafani baginda ya Rasulullah?
Baginda menjawab: “Dengan bajuku ini atau pakaian Yamaniyah.”
Kami bertanya: “Siapakah yang mensolatkan baginda di antara kami?” Kami menangis dan Rasulullah SAW pun turut menangis.
Kemudian baginda bersabda: “Tenanglah, semoga Allah mengampuni kamu semua. Apabila kamu semua telah memandikan dan mengafaniku, maka letaklah aku di atas tempat tidurku, di dalam rumahku ini, di tepi liang kuburku, kemudian keluarlah kamu semua dari sisiku. Maka yang pertama-tama mensholatkan aku adalah sahabatku Jibril as. Kemudian Mikail, kemudian Israfil kemudian Malaikat Izrail (Malaikat Maut) beserta bala tenteranya. Kemudian masuklah kalian dengan sebaik-baiknya. Dan hendaklah yang mula sholat adalah kaum lelaki dari pihak keluargaku, kemudian yang wanita-wanitanya, dan kemudian kamu sekalian.”
Sehari menjelang baginda wafat yaitu pada hari Ahad, penyakit baginda semakin bertambah serius. Pada hari itu, setelah Bilal bin Rabah selesai mengumandangkan azannya, ia berdiri di depan pintu rumah Rasulullah, kemudian memberi salam: “Assalamualaikum ya Rasulullah?” Kemudian ia berkata lagi “Assholah yarhamukallah.”
Kemudian Rasulullah SAW memanggil Ali bin Abi Thalib dan Abbas ra, sambil dibimbing oleh mereka berdua, maka baginda berjalan menuju ke masjid. Baginda sholat dua rakaat, setelah itu baginda melihat kepada orang ramai dan bersabda: “Ya ma’aasyiral Muslimin, kamu semua berada dalam pemeliharaan dan perlindungan Allah, sesungguhnya Dia adalah penggantiku atas kamu semua setelah aku tiada. Aku berwasiat kepada kamu semua agar bertakwa kepada Allah SWT, kerana aku akan meninggalkan dunia yang fana ini. Hari ini adalah hari pertamaku memasuki alam akhirat, dan sebagai hari terakhirku berada di alam dunia ini.”
Malaikat Maut Datang Bertamu
Pada esoknya, yaitu Senin, Allah mewahyukan kepada Malaikat Maut supaya ia turun menemui Rasulullah SAW dengan berpakaian sebaik-baiknya. Dan Allah menyuruh kepada Malaikat Maut mencabut nyawa Rasulullah SAW dengan lemah lembut. Seandainya Rasulullah menyuruhnya masuk, maka ia dibolehkan masuk, namun jika Rasulullah SAW tidak mengizinkannya, ia tidak boleh masuk, dan hendaklah ia kembali saja.
Maka turunlah Malaikat Maut untuk menunaikan perintah Allah SWT. Ia menyamar sebagai seorang biasa. Setelah sampai di depan pintu tempat kediaman Rasulullah SAW, Malaikat Maut itupun berkata: “Assalamualaikum Wahai ahli rumah kenabian, sumber wahyu dan risalah!” Siti Fatimah pun keluar menemuinya dan berkata kepada tamunya itu: “Maafkanlah, ayahku sedang demam”, kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu. Kemudian ia kembali menemani ayahnya,
Kemudian Malaikat Maut itu memberi salam lagi: “Assalamualaikum. Bolehkah saya masuk?” Akhirnya Rasulullah SAW mendengar suara Malaikat Maut itu, lalu baginda bertanya kepada puterinya Fatimah: “Siapakah itu wahai anakku?” Fatimah menjawab: “Seorang lelaki, sepertinya baru sekali ini saya melihatnya,” tutur Fatimah lembut.
Rasulullah SAW bersabda: “Tahukah kamu siapakah dia, wahai anakku?” Fatimah menjawab: “Tidak wahai Rasulullah.” Lalu Rasulullah SAW menjelaskan sambil menatap wajah anaknya, seolah-olah bahagian demi bahagian wajah anaknya itu hendak dikenang “Wahai Fatimah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malaikatul maut.” Fatimah pun menahan ledakkan tangisnya.
Kemudian Rasulullah SAW bersabda: “Masuklah, Wahai Malaikat Maut. Maka masuklah Malaikat Maut itu sambil mengucapkan ‘Assalamualaika ya Rasulullah.” Rasulullah SAW pun menjawab: Waalaikassalam Ya Malaikat Maut. Engkau datang untuk berziarah atau untuk mencabut nyawaku?”
Malaikat Maut menjawab: “Saya datang untuk ziarah sekaligus mencabut nyawa. Jika anda izinkan akan saya lakukan, kalau tidak, saya akan pulang.
Rasulullah SAW bertanya: “Wahai Malaikat Maut, di mana engkau tinggalkan kecintaanku Jibril? “Saya tinggal dia di langit dunia” Jawab Malaikat Maut.
Baru saja Malaikat Maut selesai bicara, tiba-tiba Jibril as datang kemudian duduk di samping Rasulullah SAW. Maka bersabdalah Rasulullah SAW: “Wahai Jibril, tidakkah engkau mengetahui bahawa ajalku telah dekat? Jibril menjawab: Ya, Wahai kekasih Allah.”
Ketika Sakaratul Maut Tiba
Seterusnya Rasulullah SAW bersabda: “Beritahu kepadaku Wahai Jibril, apakah yang telah disediakan Allah untukku di sisinya? Jibril pun menjawab; “Bahawasanya pintu-pintu langit telah dibuka, sedangkan malaikat-malaikat telah berbaris untuk menyambut rohmu.”
Rasulullah SAW bersabda: “Segala puji dan syukur bagi Tuhanku. Wahai Jibril, apa lagi yang telah disediakan Allah untukku? Jibril menjawab lagi: Bahawasanya pintu-pintu Syurga telah dibuka, dan bidadari-bidadari telah berhias, sungai-sungai telah mengalir, dan buah-buahnya telah ranum, semuanya menanti kedatangan rohmu.”
Rasulullah SAW bersabda lagi: “Segala puji dan syukur untuk Tuhanku. Beritahu lagi wahai Jibril, apa lagi yang di sediakan Allah untukku? Jibril menjawab: Aku memberikan berita gembira untuk anda wahai kekasih Allah. Engkaulah yang pertama-tama diizinkan sebagai pemberi syafaat pada hari kiamat nanti.”
Kemudian Rasulullah SAW bersabda: “Segala puji dan syukur, aku panjatkan untuk Tuhanku. Wahai Jibril beritahu kepadaku lagi tentang khabar yang menggembirakan aku?”
Jibril as bertanya: “Wahai kekasih Allah, apa sebenarnya yang ingin tuan tanyakan? Rasulullah SAW menjawab: “Tentang kegelisahanku, apakah yang akan diperolehi oleh orang-orang yang membaca Al-Quran sesudahku? Apakah yang akan diperolehi orang-orang yang berpuasa pada bulan Ramadhan sesudahku? Apakah yang akan diperolehi orang-orang yang berziarah ke Baitul Haram sesudahku?”
Jibril menjawab: “Saya membawa khabar gembira untuk baginda. Sesungguhnya Allah telah berfirman: Aku telah mengharamkan Syurga bagi semua Nabi dan umat, sampai engkau (Muhammad) dan umatmu memasukinya terlebih dahulu.”
Maka berkatalah Rasulullah SAW: “Sekarang, tenanglah hati dan perasaanku. Wahai Malaikat Maut dekatlah kepadaku” Lalu Malaikat Maut pun berada dekat Rasulullah SAW.
Imam Ali kw, bertanya: “Wahai Rasulullah SAW, siapakah yang akan memandikan anda dan siapakah yang akan mengafaninya? Rasulullah menjawab: Adapun yang memandikan aku adalah engkau wahai Ali, sedangkan Ibnu Abbas menyiramkan airnya dan Jibril akan membawa hanuth (minyak wangi) dari dalam Syurga.
Kemudian Malaikat Maut pun mulai mencabut nyawa Rasulullah. Ketika roh baginda sampai di pusat perut, baginda berkata: “Wahai Jibril, alangkah pedihnya maut.”
Mendengar ucapan Rasulullah itu, Fatimah terpejam, Ali yang disampingnya menunduk semakin dalam, Jibril as memalingkan mukanya. Lalu Rasulullah SAW bertanya: “Wahai Jibril, apakah engkau tidak suka memandang mukaku? Jibril menjawab: Wahai kekasih Allah, siapakah yang sanggup melihat muka baginda, sedangkan baginda sedang merasakan sakitnya maut?”
“Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku” “peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu.”
Diluar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan.
“Ummatii,ummatii, ummatiii” - “Umatku, umatku, umatku”
Fathimah Az-Zahra` a.s. di masa-masa terakhir Kehidupan Rasulullah SAW
Di akhir-akhir umurnya Rasulullah SAW, Fathimah a.s. menatap wajah ayahnya yang bercahaya dan mengalirkan keringat dingin. Sambil menangis ia menatap ayahnya. Sang ayah tidak tega melihat putrinya menangis dan gelisah. Akhirnya sang ayah membisikkan sebuah ucapan di telinganya sehingga ia tenang dan tersenyum. Senyumnya pada masa-masa krisis seperti itu terlihat sangat aneh. Mereka bertanya kepadanya: “Rahasia apakah yang telah ia ucapkan?” Ia hanya menjawab: “Selama ayahku hidup aku akan bungkam seribu bahasa”. Setelah Rasulullah SAW meninggal dunia, ia membongkar rahasia itu. Fathimah a.s. berkata: “Ayahku mengatakan kepadaku bahwa engkau adalah orang pertama dari Ahlul Baytku yang akan menyusulku. Oleh karena itu, aku bahagia”.
Dan, berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi sinaran itu. Kini, mampukah kita mencintai sepertinya?
Allahumma sholli ‘ala Muhammad wa alih wasalam.
Betapa cintanya Rasulullah kepada kita.
Bagai mana dengan kita pada beliau?
Purwokerto 10 Maret 2009 (ini bukan tulisanku sendiri, tapi mohon maaf, aku tak tahu dari mana sumbernya ataupun siapa penulisanya, jika ada yang berkenan memberi tahu, silahkan postkan di komentar.)
Apa Pantas Berharap Surga?
Shalat dhuha Cuma dua rakaat, Qiyamulail (tahajjud) juga hanya dua rakaat, itupun sambil terkantuk-kantuk. Shalat lima waktu? Sudah jarang dimesjid, milih ayatnya yang pendek-pendek saja agar lekas selesai. Tanpa do’a dan segala macam puji untuk Allah, terlipatlah sajadah yang belum lama tergelar itu. Lupa pula dengan shalat rowatib sebelum maupun sesudah shalat wajib. Satu lagi, semua diatas itu belum masuk catatan: “kalau tidak telambat atau asal nggak bangun kesiangan”. Dengan shalat model begini, apa pantas mengaku ahli ibadah?
Padahal Rasulullah dan para sahabatnya senantiasa mengisi malam-malamnya dengan derai tangis memohon ampunan kepada Allah. Tak jarang kaki-kaki mereka bengkak oleh karena terlalu lama berdiri dalam khusuknya. Kalimat-kalimat pujian dan pinta tersusun indah seraya berharap Allah yang maha mendengar mau mendengarkan keluh mereka. Ketika adzan berkumandang, segera para sahabat meninggalkan semua aktivitas menuju sumber panggilan, kemudian waktu demi waktu mereka habiskan untuk bersimpuh diatas sajadah-sajadah penuh tetesan air mata.
Baca Qur’an sesempatnya, itupun tanpa memahami arti dan maknanya, apalagi meresapi hikmah yang terkandung didalamnya. Ayat-ayat yang mengalir dari lidah ini tak sedikitpun membuat dada ini bergetar, padahal tanda-tanda orang yang beriman itu adalah ketika dibacakan ayat-ayat Allah maka bergetarlah hatinya. Hanya satu dua lembar ayat yang sempat dibaca sehari, itupun tidak rutin, kadang lupa, kadang sibuk, kadang malas. Yang begini mengaku beriman?
Tidak sedikit dari sahabar Rasulullah yang menahan nafas mereka untuk meredam getar yang menderu saat membaca ayat-ayat Allah. Sesekali mereka terhenti, tak melanjutkan bacaannya ketika mencoba menggali makna terdalam dari sebaris kalimat Allah yang baru saja dibacanya. Tak jarang mereka hiasi mushaf ditangan mereka dengan tetes air mata. Setiap tetes yang akan menjadi saksi dihadapan Allah bahwa mereka jatuh karena lidah-lidah indah yang melafadzkan ayat-ayat Allah dengan pemahaman dan pengamalan tinggi.
Bersedekah jarang, begitu juga infak. Kalaupun ada, dipilih mata uang terkecil yang ada di dompet, sukur-sukur kalau ada receh. Berbuat baik terhadap sesama juga jarang, paling-paling kalau sedang ada kegiatan bakti sosial, yaa… hitung-hitung ikut meramaikan. Sudah jarang beramal, amal yang paling mudah pun masih pelit, senyum. Apa sih susahnya senyum? Kalau sudah seperti ini, apa pantas berharap kebaikan dan kasih Allah?
Rasulullah adalah manusia yang paling dirindui, senyum indahnya, tutur lembutnya, belai kasih dan perhatiannya, juga pembelaannya bukan semata milik Khadijah, Aisyah dan isteri-isteri beliau yang lain, juga bukan semata untuk Fatimah dan anak-anak Rasulullah lainnya. Ia senantiasa penuh kasih dan tulus terhadap semua yang dijumpainya, bahkan terhadap musuhnya sekalipun. Ia juga mengajarkan para sahabat untuk berlomba beramal saleh. Berbuat kebaikan sebanyak-banyaknya dan sebaik-baiknya.
Setiap hari ribut dengan tetangga, kalau bukan sebelah kanan, yaa sebelah kiri. Seringkali masalahnya Cuma perkara sepele dan remeh temeh, tetapi permusuhan bisa berlangsung berhari-hari, kalau perlu ditambah sumpah tujuh turunan. Waktu demi waktu dihabiskan untuk menggunjing aib dan kejelekan saudara sendiri. Detik demi detik dada ini terus jengkel setiap kali melihat keberhasilah orang dan berharap orang lain celaka atau mendapatkan bencana. Sudah sedemikian pekatkah hati yang tertanam dalam dada ini? Apa pantas hati yang seperti ini bertemu dengan Allah dan Rasulullah kelak? Wajah indah Allah dijanjikan akan diperlihatkan hanya kepada orang-orang yang beriman yang masuk kedalam surga Allah kelak. Tentu saja mereka yang berkesempatan hanyalah pemilik wajah indah pula tak inginkah kita menjadi bagian kelompok yang dicintai Allah itu? Lalu kenapa masih bermuka musam terhadap saudara sendiri?
Dengan adik tidak akur, kepada kakak tidak hormat. Terhadap orang tua kurang ajar, sering membantah, sering membuat kesal hati mereka, apalagi mendoakan mereka, mungkin tidak pernah. Padahal mereka tak butuh apapun selain sikap ramah penuh kasih dari anak-anak yang telah mereka besarkan dengan segenap cinta. Cinta yang berhias peluh, air mata juga darah. Orang-orang seperti kita ini, apa pantas berharap surga Allah? Dari ridha orangtualah ridha Allah diraih. Kaki mulia ibulah yang disebut sebut tempat kita merengkuh surga. Bukankah Rasulullah yang sejak kecil tak beribu memerintahkan untuk berbakti kepada ibu, bahkan tiga kali beliau menyebut nama ibu sebelum nama ayah. Bukankah seharusnya kita lebih bersyukur saat masih bisa mendapati tangan lembut untuk dikecup, kaki mulia tempat bersimpuh, dan wajah teduh yang teramat hangat dan menyejukkan? Karena begitu banyak orang-orang yang tak lagi mendapatkan kesmpatan itu. Ataukah harus menunggu Allah memanggil orang-orang terkasih itu hingga kita baru merasa benar-benar membutuhkan kehadiran mereka?
Jangan tunggu penyesalan.
Astahfirullah….
Purwokerto 10 Maret 2009 (ini bukan tulisanku sendiri, tapi mohon maaf, aku tak tahu dari mana sumbernya ataupun siapa penulisanya, jika ada yang berkenan memberi tahu, silahkan postkan di komentar.)
09 Maret 2009
Rasulullah
Kami susuri lembaran shirahmu
Pahit gerit perjuanganmu
Membawa cahaya kebenaran
Engkau taburkan pengorbananmu
Untuk umatmu yang tercinta
Biar terpaksa tempuh derita
Jegalnya hatimu menempuh ranjaunya
Tak terjangkau tinggi pekertimu
Tidak tergambar indahnya ahlakmu
Tidak terbalas segala jasamu
Sesungguhnya engkau rasul mulia
Tabahnya hatimu menempuh dugaan
Mengajar arti kesabaran
Menjulang panji kemenangan
Terukir namamu di dalam al-qur’an
Rasulullah kami umatmu
Walau tak pernah melihat wajahmu
Kami coba mengingatimu
Dan kami coba mengamal sunahmu
Kami sambung perjuanganmu
Walau kita tak pernah bersua
Tapi kami tak pernah kecewa
Allah dan Rasul sebagai pembela
Purwokerto, 10 Maret 2009.
(Diadopsi dari lagu Raihan berjudul Rasulullah)
Kurindukan Rasulku
Jauh ku berlari dan kini kusadari
Kasih yang kurindu
Cinta yang selalu kunantikan
Suara yang kumau
Menuntun hidupku
Kusadari terlalu banyak kesalahan
Yang tlah kuperbuat
Dalam jalani hidup
Kurindukan rasulku
Kurindukan belai kasihmu
Kurindukan rasulku
Cahaya hidupku.
Puwokerto 10 Maret 2009
(Diadopsi dari lagu Tompi berjudul Kurindukan Rasulku)
Rindu Rasul
Rindu kami padamu ya rasul
Rindu tiada terperi
Berabad jarak darimu ya rasul
Serasa dikau disini
Cinta ikhlasmu pada manusia
Bagai cahaya surga
Dapatkah kami membalas cintamu
Secara bersahaja
Karya:
M. Samsudin Hardjakusuma
Purwokerto, 10 Maret 2009.
Ya Rasul
Ya rasulillah
Ya habibillah
Ya muhammad
Ya rasulullah muhammadku
Rindu kami padamu
Rindu cahaya wajahmu
Ya rasulullah pemimpinku
Smoga rahmat tercurah
Senantiasa padamu
Salam ya rasulullah
Salam ya habibillah
Salam ya muhammad
Ya nabi salam alaika
Ya rasul salam alaika
Ya habib salam alaika
Shalawatlullah alaika
Purwokerto, 10 Maret 2009
(Diadopsi dari lagu Opick Berjudul Ya Rasul)
Do'a Bertemu Nabi SAW (Dibaca Setiap Hari)
Syaikh Husain Muhammad Syaddad Ba’Umar menulis dalam kitabnya Kaifiyat al-Wushul Liru’yat Sayyidina al-Rasul Muhammad saw:
Syaikh Muhammad Al-Haqi ‘Afandi An-Nazili berkata di dalam kitabnya Khazinat al-Asrar: “Telah meng-ijazah-kan kepadaku guruku dan saudaraku, Syaikh Musthafa Al-Hindi, ketika berada di Madinah al-Muhawwarah, tepatnya di Madrasah Al-mahmudiyah tahun 1261.
Aku menanyakannya tentang bagian keutamaan dan dzikir untuk menyingkap ilmu dan mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala serta mengantarkan kepada Rasulullah saw. maka dia mengajariku ayat Kursi dan shalawat ini:
“Ya Allah, limpahkanlah shalawat dan salam kepada Sayyidina Muhammad pada setiap saat dan hembusan nafas sejumlah pengetahuan-Mu” lalu dia berkata: “Apabila kamu membacanya terus menerus, niscaya kamu akan memperoleh beberapa ilmu dan rahasia dari Nabi saw., sehingga kamu masuk ke dalam pendidikan Nabi Muhammad secara ruhani.”
Dia juga berkata lagi: “cara ini pernah dicoba oleh seseorang bahkan banyak ikhwan. Dan akupun pernah membaca shalawat ini, dimana pada malam pertama aku memulainya sebanyak seratus kali, maka aku langsung mimpi bertemu Nabi saw., dan beliau bersabda: ‘Syafaat bagimu, orang tuamu dan saudara-saudaramu.’ Kemudian aku mengucapkan La ilaha illallah yang kalimatnya telah disebutkan oleh Syaikh diatas semoga Allah mensucikan jiwanya. Lalu aku beritahukan shalawat ini kepada banyak saudara dan aku melihat bahwa mereka yang membacanya secara terus-menerus mendapatkan rahasia-rahasia yang menakjubkan seperti yang aku dapatkan, dimana mengandung rahasia yang banyak, dan cukuplah bagimu pertanda ini.”
Aku katakan bahwa ucapan ini sangat menakjubkan dan memiliki beberapa rahasia dan cahaya, sebagaimana disebutkan sebelumnya. Bahkan sebagian para pencinta memintaku untuk memberitahukan (pengalamanku), maka akupun memberitahukannya, akhirnya mereka membacanya dan dapat mimpi bertemu Nabi saw. dengan kehendak Allah. Segala puji bagi Allah yang telah memberi petunjuk kepada mereka dan kita semua ke arah itu.
08 Maret 2009
Penciptaan Rasulullah SAW
Dari Anas ibnu Malik beliau berkata,
“Rasulullah SAW tidak kelihatan tinggi dan tidak kelihatan pendek, kulitanya tidak putih pucat dan tidak hitam pekat, rambutnya ikal tidak keriting meringkel dan tidak terurai. Allah SWT mengutus beliau pada permulaan umur empat puluh tahun, beliau tinggal di Makkah selama sepuluh tahun* dan di Madinah selama empat puluh tahun. Allah SWT mematikan beliau pada umur enam puluh tahun** dan tidak ada di rambut kepala dan di jenggot beliau lebih dari dua puluh rambut yang putih.”
(HR Tirmidzi, Bukhari, Muslim, Malik)
Dari Ali bin Abi Thalib, berkata;
“Nabi SAW tidak berperawakan tinggi kurus dan tidak pendek gemuk. Mempunyai dua jari-jari dan telapak tangan serta kaki yang tebal, kepala bulat serta tulang kepala yang kuat, dan berbulu dada yang lebat sampai ke pusat. Jika berjalan tegap bagaikan turun ke tempat yang lebih rendah. Saya tidak pernah melihat seseorang sebelum dan sesudahnya yang seperti beliau”.
(HR. Tirmidzi dan Hakim)
Jabir ibnu Tsamrah berkata,
“Rasulullah SAW mempunyai mulut yang lebar dan mata yang berbetuk serta tumit yang runcing. Syu’bah berkata bahwa ia bertanya kepada Sammak, ‘Apa yang dimaksud dengan mulut yang lebar?, Dia menjawab. Mulut yang lebar sesuai dengan raut wajah. Lalu aku bertanya; apa yang dimaksud dengan mata yang berbentuk?, dia menjawab,’alis mata yang panjang, aku bertanya; apa yang dimaksud dengan tumit yang runcing?, dia menjawab; tumit yang sedikit dagingnya”.
(HR. Tirmidzi dan Ahmad)
Dari Jabir ibnu Abdillah, Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda,
“Telah diperlihatkan kepadaku para nabi, maka nabi Musa AS satu contoh dari seorang laki-laki seakan-akan dari laki-laki Yaman. Aku melihat Isa ibnu Maryam AS, lebih mirip orang yang aku lihat yaitu Urwah ibnu Mas’ud***. Aku melihat Ibrahim AS, jika lebih dekat mirip teman kamu (Maksudnya Rasulullah sendiri), Aku melihat Jibril AS, jika lebih dekat mirip Dihyah****.
(HR. Tirmidzi, Muslim, Ahmad)
*Dalam satu riwayat, tinggal di Makkah selama tiga belas tahun
** Dalam satu riwayat; beliau berumur enam puluh tiga tahun, riwayat ini adalah riwayat yang lebih mahsyur serta riwayat yang benar
*** Urwah ibnu Mas’ud Ats-Tsaqafy yaitu orang yang diutus oleh orang Quraisy kepada Rasulullah SAW pada perjanjian hudaibiyah dan masuk Islam pada tahun sembilan Hijriyah. Beliau adalah salah satu dari dua orang Quraisy dan dikatakan terhadap keduanya; (Mengapa Al-Qur’an tidak diturunkan kepada seorang besar dari salah satu dua negeri (Makkah dan Thaif) ini. (QS. Az-Zukhruf;31)
**** Dihyah al Kalibi, sahabat yang ikut berperang bersama Rasulullah SAW dalam perang Badar dan termasuk yang dibaiat di bawah pohon, Malaikat Jibril AS datang kepada Rasulullah SAW menyerupainya. Pergi ke negeri Syam dan berdomisili disana sehingga di zaman Muawiah. Beliau juga sebagai utusan Nabi SAW kepada Heroklates dan mereka bertemu di Hamsh.
Tahun Yang Tergurat Sejarah
1. 570 M, Kelahiran Nabi Muhammad saw.
2. 610 M, Nabi Muhammad saw. menerima wahyu pertama di gua Hira.
3. 615 M, Hijrah pertama ke Habsyah.
4. 616 M, Sayyidina Hamzah dan Sayyidina Umar memeluk Islam, Hijrah kedua ke Habsyah.
5. 619 M, Siti Khadijah (isteri Nabi saw) dan Abu Thalib (panam Nabi saw) meninggal dunia, Terjadinya Peristiwa Isra’ Mi’raj.
6. 621 M, Perjanjian Aqabah pertama, Hijrah ke Madinah.
7. 624 M, Terjadinya perang Badar.
8. 625 M, Terjadinya perang Uhud
9. 627 M, Terjadinya perang Khandak
10. 628 M, Perjanjian Hudaybiyah.
11. 629 M, Terjadinya perang Khaybar
12. 630 M, Pembukaan kota Makkah, Terjadinya perang Hunain.
13. 631 M, Terjadinya perang Tabuk.
14. 632 M, Kewafatan Nabi Muhammad saw., Pelantikan sayyidina Abu Bakar sebagai Khalifah.
Selalu Mengingat Allah Disetiap Waktu
“Dari Aisyah Radhiyallahu Anha, ia berkata: ‘Adalah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam senantiasa mengingat Allah Azza wa Jalla di setiap waktunya.’”
(HR. Muslim).
Hidup Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam tak pernah lepas dari mengingat Allah dari semenjak bangun tidur hingga tidur lagi. Kebiasaan mengingat Allah seperti yang dikatakan dalam Al-Qur’an,
“… Yaitu orang-orang yang selalu ingat kepada Allah dalam keadaan brerdiri, duduk dan tidurnya.” (QS. Ali Imran: 190-191).
Dalam sebuah hadits qudsi Allah berfirman,
“Aku bersama sangkaan hamba-Ku kapada-Ku, dan Aku bersamanya jika dia menyebut-Ku, maka apabila dia menyebut-Ku dalam dirinya, Aku pun akan menyebutnya dalam diri-Ku. Dan apanila dia menyebut-Ku di tengah banyak orang, maka Aku akan menyebutnya ditengah orang banyak yang lebih baik dari mereka.”
(Muttafaq Alaih).
Bapak Plesiden (Bagian III/Akhir)
Bunda mencoba meresapi ayat kesebelas ini, namun konsentrasinya buyar ketika ia sadar Afifah sudah bangun dan kini duduk manja bersender kepangkuannya. Bunda menutup mushaf Al-Qur’annya dengan shadaqallauladzim.
“Wah… bidadari bunda sudah bangun ya!”
Afifah tidak menjawab, ia malah tersenyum sumringah menatap bunda.
“Kenapa sayang? Sepertinya Afifah lagi senang ya!”
Afifah menganggukkan kepalanya masih dengan senyuman yang lucu mempesona siapapun yang melihatnya.
“Boleh bunda tau kenapa?”
“Tadi Afifah ketemu sama bapak Plesiden!”
Bunda menanggapi jawaban anaknya itu dengan respon yang biasa-biasa saja.
“Kapan Afifah ketemu sama bapak Presiden?”
“Balusan dalam mimpi!”
Bunda sedikit mengerutkan dahinya.
“Tau dari mana kalau yang Afifah liat dimimpi itu bapak Presiden?”
“Bapak Plesiden sendili yang ngasih tau sama Afifah!”
Anakku mimpi ketemu sama Presiden Soeharto? Aku ga yakin, Afifah mana tau nama Presiden Indonesia. Bunda bergumam dalam hatinya.
“Emang siapa nama bapak Presiden itu?”
Afifah mengerutkan keningnya, disusul kemudian dengan garuk-garuk kepala, sesaat dia mengetuk-ngetukkan telunjuk kanan ke kepalanya, meniru gaya bapaknya kalau sedang berfikir.
“Aduh… Afifah lupa Bunda!”
Afifah kembali menggaruk-garuk kepalanya, padahal kepalanya itu tidak gatal sama sekali.
“Namanya… siapa ya? Tadi Afifah inget kok, bapak Plesiden bisikkin namanya ketelinga Afifah, lalu nyium kening Afifah”
Bunda tersenyum menyaksikan tingkah anak kesayangan satu-satunya itu.
“Oh iya… tadi malam bunda ngajalin Afifah bacaan shalawat kan!”
Bunda mengangguk.
“Coba deh bunda bacain lagi shalawatnya.”
“Emang Afifah lupa bacaan shalawatnya?”
Afifah tersenyum sembari kembali menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
“Allahumma shalli wa sallim ala sayyidina Muhammad”
“Ya… Ketemu!”
Afifah setengah berteriak senang hingga mengagetkan bunda.
“Afifah ingat nama bapak Plesidennya bunda!”
Bunda tersenyum sembari membelai rambut Afifah.
“Coba kasih tau bunda siapa nama bapak Presiden yang katanya berani nyium kening Afifah?”
“Namanya Muhammad!!!”
Mendengar jawaban Aififah, mata Bunda terbelalak dan seketika itu terlinanglah air yang berontak memaksa untuk keluar, bulu kuduknya berdiri, Bunda langsung memeluk tubuh mungil Afifah, batinnya semakin menjerit ketika ia teringat dengan hadist yang menyebutkan: “Barangsiapa melihatku (Rasulullah) dalam mimpi, maka ia sesungguhnya telah melihatku dengan sebenarnya, kerena setan tidak mampu menyerupaiku”
Tangis Bunda akhirnya pecah juga karena tak kuasa menahan kenikmatan yang diucapkan bibir mungil anaknya yang menyulamkan kerinduan yang sangat dalam hatinya akan perjumpaan dengan Rasulullah Muhammad saw.
“Bunda… kenapa Bunda nangis, bunda ga suka sama jawaban Afifah ya?”
Bunda tidak langsung menjawab, ia sejenak mencoba menata perasaannya, sekuat tenaga memaksakan tangisnya untuk berhenti, mengelap air mata yang membasahi pipi putihnya dan tersenyum anggun memandang Afifah.
“Tubuhmu sungguh wangi sayang… bapak Presiden bilang apa lagi sama Afifah?”
“Pas bapak Plesiden mau pelgi ninggalin Afifah, Afifah tanya bapak Plesiden mau kemana? Bapak Plesiden jawab katanya mau kesulga, Afifah bilang pengen ikut, bapak Plesiden bilang nanti belum saatnya, terus Afifah bilang lagi kalau gitu mintain izin sama Allah, Afifah pengen masuk kesulga nanti supaya bisa ketemu lagi sama bapak Plesiden, bapak Plesiden senyum sama Afifah, telus nganggukkin kepalanya dan bilang nanti disampaikan, Bunda… bapak Plesiden itu ganteng ya!”
(Purwokerto, Senin 12 Rabiul Awal 1430 H / 9 Maret 2009, 03.00. Sungguh Afifah telah jatuh cinta kepadamu ya Rasul Allah, padahal ia baru pertama kali bertemu denganmu, padahal ia sendiri belum mengerti apa itu cinta dan rindu, Ya Rabb, diusianya yang belum menginjak tahun keenam, Engkau telah memberikan hadiah terindah yang takkan pernah ia lupakan selama hayatnya, hadiah untuk cinta tulusnya pada kekasih-Mu Al-Musthafa Al-Amin, Cinta yang bisa merubah jalan hidup siapapun untuk menjadi lebih berarti, cinta yang takkan pernah mengecewakan pencintanya. Rasul-Mu datang dimimpinya gadis sekecil bernama Afifah, tidak dimimpi Bundanya, tidak dimimpi Bapaknya pun tidak pula datang kemimpiku, adakah yang salah dengan cinta kami pada Rasul-Mu, padahal kami sudah lebih dahulu mengenal beliau saw, sedangkan Afifah baru mengenalnya tadi malam, bahkan saat inipun mama kekasih-Mu itu lupa dari ingatannya, padahal kami lebih dulu dan lebih banyak membacakan shalawat untuk kekasih-Mu saw, sedangkan Afifah baru membacakan shalawatnya tadi malam menjelang Engkau tidurkan ia, adakah yang salah dengan cinta Bunda, cinta Bapak dan cintaku? Wallahu’alam bissawab.)
TAMAT
Bapak Plesiden (Bagian II)
Tangis Afifah seketika direm mendadak meski segukkan masih sesekali keluar, ia lantas berlari mengambil tangan bapak dan menari-nariknya kearah pintu.
“Afifah mau kemana?”
Bapak beberapa kali bertanya dengan pertanyaan itu sembari berjalan mengikuti arah tarikan tangan Afifah. Ketika sudah melewati pindu rumah…
“Antelin Afifah kesulga sekalang, Afifah pengen ketemu sama bapak Plesiden semua manusia itu!”
Bapak mengerem langkahnya sembari tertawa kecil, Bunda yang mengikuti dari belakangpun juga terlihat menangkupkan tangan kanan dibibir untuk menutupi tawanya.
“Kenapa bapak malah ketawa? Bunda juga?”
Afifah lalu terdiam sejenak menatap mereka berdua.
“Kita belum diizinkan pergi kesurga, semoga Allah nanti mengizinkan kita masuk kesana sekeluarga!”
Mendengar jawaban bapak, seketika itu Afifah berlari kedalam rumah, Bunda dan bapak mengikuti dari belakang. Afifah mengambil gagang telpon dan menempelkannya kearah telinga dan mulutnya.
“Berapa nomolnya bunda?”
“Nomor siapa sayang?”
Bunda menyahut.
“Nomol telepon lumahnya Allah, bial Afifah mintain izin supaya kita bisa masuk ke sulga, bial kita bisa ketemu sama bapak Plesiden!”
Bunda dan bapak kembali menyuguhkan tawa kecil dari wajah mereka untuk semua keluguan Afifah, sementara Afifah terlihat kesal, seketika itu juga ia banting gagang telepon, menarik napas panjang untuk sebuah ancang-ancang, dan… Afifah kembali mengeluarkan jurus andalannya dengan tekanan yang lebih tinggi dan keras~ menangis.
Bapak melangkah mendekati tasnya yang tersimpan diatas lantai dekat pintu rumah, membuka resletingnya, mengeluarkan sesuatu dari dalam tas itu dan langsung menyembunyikannya dibelakang punggungnya, ia berjalan mendekati Afifah dan berjongkok dihadapan dia yang sedang beratraksi guling sini guling sana mengeksplorasi lantai.
“Sayang… bapak bawain hadiah buat Afifah, mau?”
Afifah tak memperdulikan bujuk rayu bapak.
“Bapak bawain minuman kesukaan ade loh, mau ga? Kalau ga mau bapak kasih bunda nih!”
Afifah sedikit terprovokasi dengan lontar ancaman bapak, Afifah menoleh setengah malu-malu tapi mau. Sembari masih menangis…
“Bapak bawa apa!”
“Kalau nangisnya berhenti, bapak janji ngasih tau Afifah!”
Dan seketika itu entah kenapa tangisan Afifah terhenti seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa disana.
“Ini dia…”
Bapak memperlihatkan barang yang disembunyikan dibelakang punggungnya, Afifah berdiri hendek merebut benda itu, tapi bapak keburu menghindarkannya dari sabetan tangan Afifah.
“Senyum dulu dong!”
Bapak genit menggoda Afifah, Afifahpun akhirnya memaksakan senyum untuk bapak. Benda itupun jatuh dalam kekuasaan tangan Afifah, ia mengambil sedotan yang menempel dibungkusnya, menusukkannya dan siap menyedot susu rasa strobery kesukaan Afifah, sepersekian detik bibir Afifah menempel disedotan itu…
“Eit… bidadari bapak udah lupa baca basmalah ya!”
Napas Afifah tertahan dan senyuman melayang kemudian.
“Bismillahirrahmaanirrahim!”
Tanpa menunggu lama iapun menyeruput susu dalam kemasan itu, satu menit kemudian kemasan itupun tergeletak dilantai tak bertuan karena susu telah kering darinya. Afifah sepertinya sudah terlanjur kelelahan, ia melangkah menggapai tangan bunda dan menganjaknya masuk kedalam kamar untuk mengakhiri hari ini dengan tidur.
Setelah dibimbing bunda sama-sama membaca ayat kursi, qulhuwallahu ahad, qul a’uudzubiribbil falaq, qul a’uudzubiribbinnas sama bismika, Afifahpun mulai memejamkan mata.
“Sayang…”
Afifah membuka kembali matanya mendengar sapaan bunda.
“Kalau Afifah pengen ketemu sama bapak Presiden seluruh manusia, Afifah harus sering-sering baca shalawat untuk beliau…”
“Gimana bacaan shalawatnya bunda?”
“Allahumma shalli wa sallim ala sayyidina Muhammad”
Setelah beberapa kali diulangi oleh bunda, Afifahpun hafal dengan bacaan shalawat itu, dan ia terus mendawamkannya hingga iapun sudah tak sadar terlelap dalam tidurnya yang damai.
“Sesungguhnya kamu (Muhammad) hanya memberi peringatan kepada orang-orang yang mengikuti peringatan dan yang takut kepada Tuhan Yang Maha Pemurah walaupun dia tidak melihatNya. Maka berilah mereka kabar gembira dengan ampunan dan pahala yang mulia.”
Bersambung...
Bapak Plesiden (Bagian I)
Umur Afifah belum menginjak angka ditahun keenam, tak tahu pastinya berapa yang jelas lidahnya masih belum bisa mengucapkan huruf “r”, tapi itu semua tidak menjadi masalah, yang penting sekarang ini adalah saat dimana untuk pertama kalinya Afifah mendengar sesosok nama yang belum pernah ia kenal seselumnya, siapa dia ya? Fikir Afifah saat ini, saat dimana mesjid dikampungnya dipenuhi orang-orang yang datang ‘hanya’ (fikir Afifah) untuk menyebut-nyebut nama orang itu, mengucapkan salam padanya dan mempersembahkan shalawat untuknya.
Siapa dia? Apa sih hebatnya sampe bikin olang-olang beljamaah menyanjungnya? padahal katanya olang-olang dikampung belum pelnah beltemu dengannya, bahkan katanya kakeknya kakek dali kakeknya melekapun diyakini belum pelnah beltemu dengannya.
“Beliau adalah bapak Presidennya seluruh umat manusia!”
Begitu jawab Bunda untuk memberikan penjelelasan atas pertanyaan yang dilontarkan Afifah setelah mereka pulang dari pengajian maulid nabi di mesjid kampung.
“Waah… keleeen ya bunda!”
Begitulah kira-kira eksperesi Afifah ketika mendengar jawaban Bunda.
“Bunda… boleh Afifah fotonya?”
Bunda mengerutkan keningnya sesaat setelah disengat pertanyaan Afifah yang tidak diduga-duga, jelas saja bunda bingung karena ia takkan pernah bisa mengabulkan pinta anaknya itu.
“Kenapa Bunda malah diem, Bunda ga punya foto bapak Plesiden itu ya? Kalo gitu nanti disekolahan, Afifah mau beli postelnya aja ah…”
Bunda menggeleng-gelengkan kepalanya sembari melayangkan senyum kearah Afifah.
“Kamu takkan pernah bisa menemukan gambarnya sayang!”
Ternyata Afifah terus mendesak Bunda untuk bisa mengabulkan inginnya melihat wajah bapak Presiden sembari sedikit merengek, tak terasa ternyata air mata mulai terlinang ketika itu, maklumlah namanya juga anak-anak. Afifah terus meronta, sedangkan Bunda sepertinya sudah kehilangan kata. Lama Bunda terdiam sementara rengekkan Afifah telah berubah menjadi tangis dengan derai air mata yang ia sendiri sebenarnya tak mengerti untuk apa ia menangisi seseorang yang belum pernah bertemu dengannya, seseorang yang penjelasan satu-satunya tentang dia hanyalah rangkaian kata “Beliau adalah bapak Presidennya seluruh umat manusia” dari lisan Bunda.
Tangisan Afifah semakin menjadi-jadi, bahkan kini mulai menjurus anarkis dengan melempar barang apapun yang ada didekatnya, Bunda terus mencoba peruntungannya untuk memberikan penjelasan pada Afifah, tapi ia tetap saja tak mau mengerti pokonya Afifah pengen liat wajah Presidennya semua manusia, gerutu hati Afifah tak mau tahu.
“Tak bisa sayang, fotonya ga ada meski kita cari kemana-mana”
“Kenapa bunda? foto Plesiden Indonesia aja (Soeharto lagi jaya-jayanya sebagai Presiden Indonesia ketika itu) ada di sekolahan ade, kenapa Plesiden seluluh manusia Bunda bilang ga ada?”
“Karena beliau tidak pernah difoto sayang…”
“Kenapa gitu? Kenapa Bunda ga minjemin kamela aja, bial kita bisa ngambil gambalnya?”
“Ga bisa sayang…”
“Bunda pelit! Bunda jahat!”
Tangis Afifah semakin menjadi-jadi padahal waktu sudah menunjukkan jam delapan malam.
“Assalamu’alaikum…”
Suara salam terdengar dari luar, pintu rumahpun menyusul terbuka, dan sesosok yang sangat femiliar berjalan masuk menghampiri Afifah yang sedang khusuk berguling-guling diatas lantai sembari terus mengeluarkan senjata andalannya~ menangis.
“Afifah sayang, bapak udah pulang tuh… ayo cium tangan!”
Perkataan Bunda tidak gubris Afifah, atau mungkin memang ia tidak mendengarnya karena saking khusuknya menangis.
“Wah… kenapa? bidadari bapak kok nangis!”
“Bunda jahat… bunda pelit…”
Afifah berteriak-teriak mengadu pada bapak sembari tetap~ menangis.
“Afifah minta apa bunda…?”
Sepersekian detik lidah Bunda mengeluarkan jawaban untuk bapak, Afifah keburu memotong dengan sigap.
“Bunda ga mau ngasih liat foto, bunda ga mau ngasih pinjem kamela!”
Jawab Afifah mengadu dengan harap bapak akan membelanya.
“Kasih aja bunda, daripada tangisannya mengganggu tetangga, kasihan kan mereka, ini udah malam lho.”
“Ga bisa pak!”
“Tuh kan bunda jahat! Bunda pelit!”
Afifah semakin merasa bapak akan memihak padanya.
“Kenapa ga bisa bunda! Emang fotonya siapa sih?”
Bunda tersenyum menatap bapak, Afifah sepertinya melihat raut wajah dengan senyumnya itu, senyuman yang seolah-olah menyepelekan keinginan Afifah saat ini.
“Afifah minta fotonya Rasulullah shalallahu alaihi wasalam”
Bapak sedikit terkejut mendengar jawaban yang lirih dibisikkan Bunda ketelinga bapak, senyumpun kemudian merekah dari bibir bapak. Bapak juga menyepelekanku dengan senyumnya, gerutu hati Afifah menggerutu kesal.
“Ya udah, kalau fotonya ga bisa, kasih aja Afifah kamera, emang buat apa mainin kamera malam-malam gini sayang?”
Bapak mengalihkan pandangannya pada Afifah.
“Ade mau ngambil foto Plesiden semua manusia dengan kamela itu!”
Bunda kembali tersenyum, sementara bapak malah mengerutkan dahinya.
“Emang siapa Presiden semua manusia itu, Afifah tahu namanya?”
Afifah menggeleng-gelengkan kepala, sementara tangis masih sedikit tersisa.
“Tanya aja sama bunda!”
Bapak mengalihkan pandangannya pada Bunda yang masih tersenyum.
“Presidennya bernama Muhammad shalallahu alaihi wa sallam!”
Bapak kembali menggeleng-gelengkan kepalanya dengan senyuman yang merekah lebar hingga memperlihatkan gusi atasnya setelah mendengar bisikn Bunda.
“Sudah… ga usah nangis, nanti kalau Afifah kesurga, Afifah pasti akan ketemu sama Presiden semua manusia itu!”
Bersambung...
Rindu Rasul
Judul Buku : RINDU RASUL
Penulis : Abu Fajar Al-Qalami
Penerbit : DUA PUTRA PRESS
Ketika seseorang mengenal rasulullah SAW melalui riwayat hidupnya, maka timbllah kecintaannya.
Cinta dibawah payung keimanan membuat dorongan untuk beramal salih, seperti yang diakukan oleh nabi Muhamma SAW.
Tanpa menguak perjalan hidupnya, akkan mungkin seorang muslim “jatuh cinta”, tetapi jika memahami langkah-langkahnya, membaca hamparan perjalanan dalam mengurai usianya, tentu akan sadar; itukah Muhammad SAW yang mampu mengubah wajah dunia?
Demikianlah ahlaknya yang memukau kawan dan disegani lawan. Sungguh, jika kita membaca buku ini sampai tuntas, seakan-akan kita berada disamping sang nabi, kita seolah-olah hidup pada beberapa abad yang silam. Kita sepertinya duduk bersama beliau dan bersama para sahabat-sahabatnya.
Lalu timbullah kerinduan yang sangat mendalam, kerinduan yang tak mungkin bisa ditumpahkan lewat perjumpaan, kecuali dengan menegakkan ajarannya, sehingga kelak, rindu yang mengkristal akan mencair pada pertemuan di Surga bersama beliau SAW.
Dera Cinta dan Belenggu Rindu
Dengan kiasan apa aku bisa melampiaskan kecintaanku padamu,
Padahal aku belum pernah sekalipun bertemu langsung denganmu,
Sementara mataku tersekat kesempatannya untuk bisa nyata menatap matamu,
Padahal aku belum pernah sekalipun mendengar sabda-sabda indah terucap langsung dari lisan sucimu,
Sementara gendang telingaku tertutup kesempatannya untuk bisa nyata mendengar merdu suaramu.
Dengan bahasa apa aku bisa meluapkan kerinduanku padamu,
Padahal jasad sucimu sudah beristirahat mendahuluiku berabad-abad yang lalu,
Sementara aku disini masih berkeliaran dikenikmatan dunia yang fana,
Padahal Rohmu sudah anggun bertahta disiratulmuntaha,
Sementara rohku disini masih terbelenggu dalam raga yang semakin pekat terbalut cinta.
Wahai Yang Kuasa mengendalikan setiap rasa,
Wahai Yang Kuasa menyemayamkan cinta didalam dada,
Jikalau pertemuanku dengannya hanya bisa terjadi setelah mata ini sempurna terpejam,
Jikalau kerinduanku dengannya hanya bisa terobati setelah jantung ini berhenti berdetak,
Jikalau kecintaaku dengannya hanya bisa terbalas setelah kematian datang menjemput.
Maka, pejamkanlah mataku sekarang juga,
Maka, hentikanlah detak jantungku sekarang juga,
Maka, utuslah Izroilmu untuk menjemputku sekarang juga,
Dan pertemukanlah daku untuk mengobati kerinduan pada cintaku,
Dan bawalah segera daku yang sudah tak bisa menahan dera cinta dan belenggu rindu.
(“Purwokerto, Senin 12 Rabiul Awal 1430 H / 9 Maret 2009, 00.30. Apakah disana, engkau mendengar jeritanku ini ya Sayyidi ya Rasulullah?”)
Muqadimah (Sebuah Kado Ulang Tahun)
Hari ini,
12 Rabiul Awal 1430 H / 9 Maret 2009,
Pukul 00.01 WIB,
Atas nama Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang,
Dengan segenap cinta yang menggelora,
Dengan segenap rindu yang menggebu,
Dengan segenap kasih yang terputih,
Disini,
Disebuah gubuk yang kecil nan sederhana,
Yang kuberi nama rindurasulku.blogspot.com,
“Disini, Kupahatkan Semua Kerinduan Teruntuk Baginda Rasulullah Muhammad SAW
Dan Kuhimpunkan Oase Pelepas Dahaga Kerinduan Bagi Para Pencintanya.”
Ya Sayyid,
Ya Rasul Allah,
Inilah aku datang menemuimu dihari kelahiranmu,
Dengan mempersembahkan hadiah sederhana,
Untuk mengobati kerinduan mereka yang senantiasa mencintamu,
Penuhilah separuh bilik hatiku dengan sedekahmu,
Rekamkanlah semua ini dalam relung hatimu,
Dan biarkanlah ia menjadi kesaksian,
Dihari yang kekal nanti.
(Purwokerto, Senin 12 Rabiul Awal 1430 H / 9 Maret 2009, 00.01. Selamat ulang tahun ya Rasulullah, untukmu semua ini tercipta).