RINDU KAMI PADAMU YA RASUL, PENUHILAH SELURUH BILIK KERINDUAN KAMI DENGAN SYAFAAT CINTAMU RINDU RASULKU: Bapak Plesiden (Bagian I)

08 Maret 2009

Bapak Plesiden (Bagian I)

Umur Afifah belum menginjak angka ditahun keenam, tak tahu pastinya berapa yang jelas lidahnya masih belum bisa mengucapkan huruf “r”, tapi itu semua tidak menjadi masalah, yang penting sekarang ini adalah saat dimana untuk pertama kalinya Afifah mendengar sesosok nama yang belum pernah ia kenal seselumnya, siapa dia ya? Fikir Afifah saat ini, saat dimana mesjid dikampungnya dipenuhi orang-orang yang datang ‘hanya’ (fikir Afifah) untuk menyebut-nyebut nama orang itu, mengucapkan salam padanya dan mempersembahkan shalawat untuknya.
Siapa dia? Apa sih hebatnya sampe bikin olang-olang beljamaah menyanjungnya? padahal katanya olang-olang dikampung belum pelnah beltemu dengannya, bahkan katanya kakeknya kakek dali kakeknya melekapun diyakini belum pelnah beltemu dengannya.
“Beliau adalah bapak Presidennya seluruh umat manusia!”
Begitu jawab Bunda untuk memberikan penjelelasan atas pertanyaan yang dilontarkan Afifah setelah mereka pulang dari pengajian maulid nabi di mesjid kampung.
“Waah… keleeen ya bunda!”
Begitulah kira-kira eksperesi Afifah ketika mendengar jawaban Bunda.
“Bunda… boleh Afifah fotonya?”
Bunda mengerutkan keningnya sesaat setelah disengat pertanyaan Afifah yang tidak diduga-duga, jelas saja bunda bingung karena ia takkan pernah bisa mengabulkan pinta anaknya itu.
“Kenapa Bunda malah diem, Bunda ga punya foto bapak Plesiden itu ya? Kalo gitu nanti disekolahan, Afifah mau beli postelnya aja ah…”
Bunda menggeleng-gelengkan kepalanya sembari melayangkan senyum kearah Afifah.
“Kamu takkan pernah bisa menemukan gambarnya sayang!”
Ternyata Afifah terus mendesak Bunda untuk bisa mengabulkan inginnya melihat wajah bapak Presiden sembari sedikit merengek, tak terasa ternyata air mata mulai terlinang ketika itu, maklumlah namanya juga anak-anak. Afifah terus meronta, sedangkan Bunda sepertinya sudah kehilangan kata. Lama Bunda terdiam sementara rengekkan Afifah telah berubah menjadi tangis dengan derai air mata yang ia sendiri sebenarnya tak mengerti untuk apa ia menangisi seseorang yang belum pernah bertemu dengannya, seseorang yang penjelasan satu-satunya tentang dia hanyalah rangkaian kata “Beliau adalah bapak Presidennya seluruh umat manusia” dari lisan Bunda.
Tangisan Afifah semakin menjadi-jadi, bahkan kini mulai menjurus anarkis dengan melempar barang apapun yang ada didekatnya, Bunda terus mencoba peruntungannya untuk memberikan penjelasan pada Afifah, tapi ia tetap saja tak mau mengerti pokonya Afifah pengen liat wajah Presidennya semua manusia, gerutu hati Afifah tak mau tahu.
“Tak bisa sayang, fotonya ga ada meski kita cari kemana-mana”
“Kenapa bunda? foto Plesiden Indonesia aja (Soeharto lagi jaya-jayanya sebagai Presiden Indonesia ketika itu) ada di sekolahan ade, kenapa Plesiden seluluh manusia Bunda bilang ga ada?”
“Karena beliau tidak pernah difoto sayang…”
“Kenapa gitu? Kenapa Bunda ga minjemin kamela aja, bial kita bisa ngambil gambalnya?”
“Ga bisa sayang…”
“Bunda pelit! Bunda jahat!”
Tangis Afifah semakin menjadi-jadi padahal waktu sudah menunjukkan jam delapan malam.
“Assalamu’alaikum…”
Suara salam terdengar dari luar, pintu rumahpun menyusul terbuka, dan sesosok yang sangat femiliar berjalan masuk menghampiri Afifah yang sedang khusuk berguling-guling diatas lantai sembari terus mengeluarkan senjata andalannya~ menangis.
“Afifah sayang, bapak udah pulang tuh… ayo cium tangan!”
Perkataan Bunda tidak gubris Afifah, atau mungkin memang ia tidak mendengarnya karena saking khusuknya menangis.
“Wah… kenapa? bidadari bapak kok nangis!”
“Bunda jahat… bunda pelit…”
Afifah berteriak-teriak mengadu pada bapak sembari tetap~ menangis.
“Afifah minta apa bunda…?”
Sepersekian detik lidah Bunda mengeluarkan jawaban untuk bapak, Afifah keburu memotong dengan sigap.
“Bunda ga mau ngasih liat foto, bunda ga mau ngasih pinjem kamela!”
Jawab Afifah mengadu dengan harap bapak akan membelanya.
“Kasih aja bunda, daripada tangisannya mengganggu tetangga, kasihan kan mereka, ini udah malam lho.”
“Ga bisa pak!”
“Tuh kan bunda jahat! Bunda pelit!”
Afifah semakin merasa bapak akan memihak padanya.
“Kenapa ga bisa bunda! Emang fotonya siapa sih?”
Bunda tersenyum menatap bapak, Afifah sepertinya melihat raut wajah dengan senyumnya itu, senyuman yang seolah-olah menyepelekan keinginan Afifah saat ini.
“Afifah minta fotonya Rasulullah shalallahu alaihi wasalam”
Bapak sedikit terkejut mendengar jawaban yang lirih dibisikkan Bunda ketelinga bapak, senyumpun kemudian merekah dari bibir bapak. Bapak juga menyepelekanku dengan senyumnya, gerutu hati Afifah menggerutu kesal.
“Ya udah, kalau fotonya ga bisa, kasih aja Afifah kamera, emang buat apa mainin kamera malam-malam gini sayang?”
Bapak mengalihkan pandangannya pada Afifah.
“Ade mau ngambil foto Plesiden semua manusia dengan kamela itu!”
Bunda kembali tersenyum, sementara bapak malah mengerutkan dahinya.
“Emang siapa Presiden semua manusia itu, Afifah tahu namanya?”
Afifah menggeleng-gelengkan kepala, sementara tangis masih sedikit tersisa.
“Tanya aja sama bunda!”
Bapak mengalihkan pandangannya pada Bunda yang masih tersenyum.
“Presidennya bernama Muhammad shalallahu alaihi wa sallam!”
Bapak kembali menggeleng-gelengkan kepalanya dengan senyuman yang merekah lebar hingga memperlihatkan gusi atasnya setelah mendengar bisikn Bunda.
“Sudah… ga usah nangis, nanti kalau Afifah kesurga, Afifah pasti akan ketemu sama Presiden semua manusia itu!”

Bersambung...

0 give your comments at here:

Posting Komentar